KumpalanNEWS – Program pendidikan karakter berbasis militer yang diterapkan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menuai perhatian.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengevaluasi menyeluruh program tersebut, yang menyasar siswa-siswa nakal melalui pelatihan di barak milik Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Program bertajuk Pancawaluya ini sebelumnya telah dijalankan di wilayah Purwakarta dan Bandung, ditujukan bagi pelajar yang terlibat dalam tawuran hingga kecanduan gawai. Namun, KPAI menilai perlu adanya pengkajian ulang terhadap kelayakan dan dampak dari pendekatan semi-militer terhadap anak.
Komisioner KPAI, Jasra Putra, dalam konferensi pers virtual pada Jumat, 16 Mei 2025, menyatakan bahwa pelaksanaan tahap awal program dapat diterima, namun pelaksanaan tahap selanjutnya perlu dipertimbangkan secara lebih matang. “Program ini cukup untuk satu tahap saat ini,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya penyusunan model pendidikan karakter yang sejalan dengan prinsip perlindungan anak. “Evaluasi menyeluruh harus dilakukan untuk menyusun standar yang sesuai dan menjunjung hak anak,” kata Jasra.
Lebih lanjut, KPAI juga menyoroti pentingnya peran keluarga, sekolah, serta lingkungan sosial dalam mendukung proses reintegrasi anak pasca-program. Menurut Jasra, perubahan perilaku anak harus didukung secara berkelanjutan oleh pihak-pihak terkait.
Ia juga mendorong evaluasi kinerja lembaga perlindungan anak baik di tingkat pusat maupun daerah. “Pemerintah perlu memastikan kesiapan semua elemen untuk mengawal perkembangan anak pasca pendidikan karakter,” pungkasnya.***