KumpalanNEWS – Pemerintah menegaskan akan mengawal pemenuhan hak-hak 10.966 karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah perusahaan dinyatakan bangkrut dan resmi tutup pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Sesuai regulasi ketenagakerjaan, karyawan yang terdampak tetap berhak atas pesangon, upah yang masih terutang, manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), serta Tunjangan Hari Raya (THR).
Namun, hingga kini, hanya JHT yang dapat segera diklaim melalui BPJS Ketenagakerjaan, sementara pesangon dan THR masih menunggu hasil penjualan aset perusahaan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah, Ahmad Aziz, mengungkapkan bahwa pencairan pesangon dan THR akan dilakukan setelah proses pemberesan harta pailit selesai.
“Pesangon dan THR masih terutang. Ini pernyataan dari kuratornya,” ujar Aziz, Kamis (28/2).
Ia menambahkan, pemerintah berupaya agar hak-hak karyawan bisa dipenuhi sebelum Lebaran 2025. Namun, mengingat jumlah karyawan yang mencapai lebih dari 10.000 orang, proses pencairan JHT di BPJS Ketenagakerjaan diperkirakan akan memakan waktu.
“Kami sudah berdiskusi dengan Kemnaker untuk menambah pelayanan pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan pusat guna melayani karyawan,” kata Aziz.
Kurator: Karyawan Sritex Jadi Kreditur Prioritas
Tim kurator kepailitan PT Sritex memastikan bahwa karyawan yang terkena PHK masuk dalam kategori kreditur preferen, yang berarti mereka akan diprioritaskan dalam pembayaran pesangon setelah aset perusahaan berhasil dijual.
Denny Ardiansyah, salah satu kurator, menjelaskan bahwa pembayaran hak karyawan bergantung pada proses appraisal aset yang saat ini masih berlangsung.
“Setelah ini, kami akan melakukan appraisal dengan melibatkan kantor jasa penilai publik independen,” ujar Denny usai rapat kreditur di Pengadilan Negeri Semarang, Jumat (28/2).
Hasil penilaian aset tersebut akan dilaporkan kepada hakim pengawas, sebelum didaftarkan untuk lelang eksekusi melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Mengenai jumlah pesangon yang akan diterima karyawan, Denny mengimbau agar mereka menghitung sendiri haknya dengan bantuan serikat pekerja dan Disnaker, sesuai regulasi yang berlaku.
“Kami belum bisa menghitung jumlahnya. Kami persilakan teman-teman karyawan untuk menghitungnya, dibantu serikat dan Disnaker, sesuai peraturan pemerintah, Permenaker, serta UU Cipta Kerja,” jelasnya.
BPJS dan Disnaker Diminta Buka Posko di PT Sritex
Untuk mempercepat proses pencairan hak karyawan, Denny meminta BPJS Ketenagakerjaan dan Disnaker membuka posko langsung di PT Sritex.
“Jadi, bukan karyawan yang datang ke BPJS, melainkan BPJS dan Disnaker yang membuka posko untuk memfasilitasi pengurusan JHT dan juga lowongan kerja,” katanya.
Sebagai upaya mitigasi dampak PHK massal, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo telah menyediakan sekitar 7.000 lapangan pekerjaan baru bagi karyawan yang terdampak.
Saat ini, total utang PT Sritex mencapai Rp28 triliun, sementara aset yang tercatat pada 2023 sekitar Rp10 triliun. Namun, nilai ini masih harus diperbarui melalui penilaian independen guna mengetahui selisih aktual antara aset dan kewajiban perusahaan.***